Memasuki tahun 2023, resesi ekonomi menjadi sebuah hal yang mengkhawatirkan bagi negara-negara di dunia. Gelombang ekonomi terus bergejolak diikuti oleh kenaikan suku bunga yang diumumkan bank-bank sentral dunia. Namun tahukah workers, bahwa hantaman resesi tidak hanya terjadi saat ini, melainkan sudah pernah terjadi di beberapa tahun silam. Dan hal ini, cukup memusingkan negara-negara yang terdampak.
Konten:
- Resesi Indonesia tahun 1963
- Resesi Indonesia tahun 1998
- Resesi Indonesia tahun 2020/2021 – Era Pandemi Covid-19
- Bagaimana Indonesia di 2023?
Resesi Indonesia sendiri sudah pernah terjadi sampai 3 tiga kali. Ketiganya bukan terjadi dalam waktu yang berdekatan, melainkan dalam jangka waktu yang cukup berjauhan. Selepas kemerdekaan pada 1945, Indonesia harus mengalami resesi ekonomi 18 tahun setelahnya.
Resesi 1963
Di tahun 1963, kemerdekaan tidak lantas membuat Indonesia tumbuh dalam kesejahteraan yang hakiki. Kelaparan, daya beli yang lemah, hingga pertumbuhan ekonomi yang berlangsung negatif sampai dua kuartal berturut, menyebabkan terjadinya hiperinflasi di negeri zamrud khatulistiwa. Pada tahun ini, tingkat Inflasi Indonesia melejit hingga 119%. Dua tahun setelahnya, keuangan negara justru kian merosot hingga mengalami defisit mencapai angka 600%.
—
Baca juga artikel ini kalau kamu ingin tahu lebih jauh tentang Apa Itu Resesi Ekonomi, Apa Penyebab, dan Bagaimana Terjadinya?
—
Angin segar mulai berhembus setelah tahta kepemimpinan Soekarno berpindah ke Soeharto. Di awal masa kepemimpinannya, Soeharto berhasil membuat laju inflasi melambat setelah dirinya membuat keputusan untuk bergabung kembali dengan PBB yang berujung pada didapatkannya bantuan dari IMF. Seiring berjalannya waktu, pada periode 1970-1980 ekonomi Indonesia mampu kembali pada level positif.
Selain karena faktor hubungan internasional yang kembali terjalin baik, hal lain yang membuat Indonesia selamat dari badai resesi adalah naiknya harga minyak dunia. Dari kenaikan tersebut, ini memberikan dampak yang baik bagi Indonesia karena mampu mendongkrak perekonomian ke level yang lebih baik.
Resesi 1998
Setelah pulih 18 tahun lamanya, Indonesia harus kembali berurusan dengan badai resesi ekonomi pada tahun 1998. Hal ini terjadi karena adanya krisis asia yang berdampak pada krisis finansial di tanah air dan membuat nilai tukar rupiah melesat dari Rp. 2.500,- menjadi Rp. 16.900,- per dollar Amerika Serikat. Jika dibandingkan dengan tahun 1963, resesi di tahun 1998 jauh lebih mencekam hingga menyebabkan kerusuhan dimana-mana.
Selain pelemahan ekonomi dari beberapa sektor industri, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS merupakan faktor dominan penyebab minusnya pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 1998. Pada waktu itu Rupiah terdepresiasi hingga lebih dari 80 persen sejak awal Juli terhadap dolar AS. Ambruknya rupiah kemudian bertubi-tubi menambah beratnya beban ekonomi.
Tingkat inflasi yang meroket hingga 80%, membuat harga barang-barang menjadi kian mahal. Situasi yang semakin tak menentu membuat masyarakat sangat kesusahan, hingga menurunkan kepercayaan publik terhadap pemerintah. Demo besar-besaran terjadi di hampir seluruh pelosok negeri yang berujung lengsernya kepemimpinan Soeharto di Indonesia. Saking ricuhnya, momen krisis ekonomi ini sampai tercatat sebagai krisis terparah yang terjadi di Asia Tenggara.
Butuh 10 tahun bagi Indonesia untuk memulihkan kondisi dari dampak krisis di tahun 1997-1998. Pada tahun 2007, pertumbuhan ekonomi tanah air kembali stabil di angka 6.1%. Setelahnya, kondisi Indonesia semakin berangsur membaik dengan taraf kehidupan yang juga berjalan seirama.
Resesi 2020-2021 – Era Pandemi Covid-19
Jika sebelumnya resesi di Indonesia terjadi akibat krisis ekonomi, di tahun 2020-2021 resesi Indonesia terjadi akibat krisis kesehatan yang disebabkan oleh pandemi Covid-19. Akibat fenomena yang terjadi karena adanya sebuah virus yang menyebar dari China, hiruk pikuk perdagangan dan aktivitas masyarakat dunia mengalami mati suri secara global. Kegiatan ekonomi hingga sektor-sektor lainnya terhenti begitu saja, tanpa ada yang pernah memprediksi sebelumnya. World Bank di tahun 2020 memprediksi akan adanya resesi terdalam sejak Perang Dunia Kedua, dengan sebagian besar ekonomi mengalami penurunan output per kapita terbesar sejak 1870.
Pada kuartal pertama di tahun 2020, perekonomian Indonesia mengalami kontraksi besar mencapai 5.32% year on year. Namun di kuartal kedua tahun 2021, Indonesia bisa cepat bangkit dengan memulihkan pertumbuhan ekonominya mencapai 7.07% year on year. Meski semakin membaik dari segi pertumbuhan ekonominya, namun tingkat pengangguran dan kemiskinan justru menjadi hal lain yang harus dihadapi.
Badan Pusat Statistik mencatat jumlah penduduk miskin pada tahun 2020 mencapai 27.55 juta orang per September, naik 2.76 juta dari tahun lalu. Sementara jumlah pengangguran mencapai 9.77 juta orang per Agustus, meningkat 2.67 juta dalam waktu setahun. Sungguh angka yang luar biasa bukan? Lantas bagaimana Indonesia di 2023 ini? Apakah akan kembali mengalami resesi ekonomi?
Bagaimana Indonesia di 2023?
Sejauh ini, Indonesia masih terbilang aman dari ancaman resesi meskipun diprediksi berada di urutan ke 14 atau 15 negara yang terancam akan mengalami kondisi tersebut. Untuk mengamankan negara dari ancaman resesi, pemerintah lantas tidak tinggal diam saja. Mereka kini tengah melakukan berbagai cara untuk menghindari pembengkakan inflasi diantaranya membatasi ekspor dan impor.
Jika ekspor dan impor mampu ditangani dengan baik, maka Langkah selanjutnya yang harus pemerintah lakukan adalah mengencangkan laju UMKM yang sudah mendapatkan pasar di negara sendiri. Karena menurut data, pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5.7% di kuartal ketiga tahun 2022 yang lebih banyak ditopang oleh konsumsi rumah tangga mencapai 54%. So, jangan panik ya workers menghadapi ancaman resesi. Tetap tenang dan gunakan uangmu dengan bijak!